Senin, Februari 14, 2011

Catatan Harianku Part 1


Jum’at, 17 September 2010
“Dan juara satu untuk kali ini adalah Stefanny Savara Jane. Kepada Stefanny harap nak ke atas panggung untuk memberikan sedikit sambutan”, ucap sang pembawa acara. “Ara, lo menang lagi, selamet ya”, ucap Benny. “Makasih ya Ben, gue mau naik ke atas panggung dulu”. Aku pun naik ke atas panggung dan memberikan sedikit sambutan serta ucapan terima kasih kepada orang-orang yang telah membantuku dalam menyelesaikan novel karanganku sendiri yang ke-7. Yap, ini adalah acara pengumuman lomba membuat naskah cerita untuk dijadikan novel, dan aku berhasil mempertahankan gelar juaraku setiap ada perlombaan. Setelah aku kembali ke tempat dudk, semua temanku yang hadir dalam acara ini langsung menyalamiku. Mamaku pun langsung memelukku karena bangga terhadap prestasiku. Namun aku tidak melihat papa. Kemana dia? Padahal dia akan janji pulang dari London dan menghadiri acara ini. Dan oh, aku juga tidak melihat Willy, kekasihku. Dimana mereka?
Aku pun langsung pulang ke rumah bersama mama. Aku menolong mama membawakan kopernya yang ia bawa saat ia ke Washington. Ia memang baru pulang dari Washington. Aku terkadang bingung juga, megapa setiap kali mereka bertengkar, mereka langsung pergi entah kemana. Aku juga tertekan setiap kali mereka bertengkar. Mereka selalu meninggalkanku bersama Bi Ijah, pembantu kami yang sudah tua. Ia berumur 57 tahun. Ia yang sudah merawatku dari bayi sampai aku duduk di kelas satu SMA ini. Boleh dibilang, mama memang sangat sayang padaku, tapi aku merasa lebih dekat denganBi Ijah daripada mama. Ia dan tentunya papa selalu sibuk dengan urusan masing-masing. Papa bekerja sebagai Direktur sebuah perusahaan yang terkenal di Indonesia, ia selalu berhubungan dengan orang-orang luar negeri. Sedangkan mama bekerja sebagai Manager sebuah perusahaan yang boleh dibilang kariernya melebihi perusahaan papa. Mama juga merangkap sebagai seorang pengacara dan wirausaha di bidang butik.
Saat aku bertanya kepada mama tentang keberadaan papa, aku langsung terisak menangis. Tetapi inilah kenyataannya, mama berkata bahwa ia dan papa bercerai di Tokyo kemarin. “Mama sudah capek menghadapi papa kamu itu, akhirnya mama minta cerai, dan papamu langsung menurutinya. Sekarang ia sudah tinggal di Bandung, mungkin bersama selingkuhannya”, ucap mama. Aku tak menyangka papa bisa setega itu terhadap kami. Tak terasa mama memelukku dengan sangat erat dan menitikkan air mata di bahuku. “Mama harap jika kamu besar nanti, kamu akan mendapatkan pasangan yang benar-benar setia dan menyayangimu apa adanya. Agar nasib kamu tak seperti mama. Jaga diri kamu ya sayang”. Aku langsung tak sadarkan diri setelah itu. Ini sudah hal yang biasa karena penyakitku ini yang sangat sulit untuk disembuhkan. Atau bahkan tak dapat lagi disembuhkan.
Saat aku sadar, aku langsung meraih handphoneku dan menelepon Willy untuk menanyakan alasannya tak menghadiri acara tadi. Tak ada jawaban dari dirinya. Teleponku tidak diangkatnya. Kemanakah ia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar